Ingin melihat tempat mengerjakan kapal pinisi? Kami akan mengajak
anda berkunjung ke Tana Beru, Sulawesi Selatan. Perahu Phinisi adalah
bukti bahwa nenek moyang kita memang pelaut andal. Nelayan dari Suku
Bugis Makassar dikenal dengan kemampuan mereka membuat kapal kayu yang
megah ini.
Catatan sejarah menunjukkan bahwa dengan perahu yang dibuat, mereka bisa
berlayar ke berbagai belahan dunia, bahkan hingga ke Afrika Selatan.
Dan ini dilakukan sejak jaman dulu saat teknologi pelayaran belum maju seperti saat ini. Walaupun menjadi bagian dari sejarah masa lalu Indonesia, namun jejak kapan pinisi masih bisa kita temukan hingga sekarang. Pinisi adalah perahu dagang yang membantu warga Makassar untuk berjualan hingga ke luar wilayah Indonesia. Karena ukurannya yang besar, kapal ini bisa menampung 100 ton barang. Walaupun terbuat dari kayu, perahu pinisi mampu menerjang ombak dan badai di tengah lautan, menyeberang dari satu benua ke benua lainnya. Ciri khas dari perahu pinisi adalah 2 tiang agung atau disebut dengan sokuguru dan layar yang membentang lebar.
Dan ini dilakukan sejak jaman dulu saat teknologi pelayaran belum maju seperti saat ini. Walaupun menjadi bagian dari sejarah masa lalu Indonesia, namun jejak kapan pinisi masih bisa kita temukan hingga sekarang. Pinisi adalah perahu dagang yang membantu warga Makassar untuk berjualan hingga ke luar wilayah Indonesia. Karena ukurannya yang besar, kapal ini bisa menampung 100 ton barang. Walaupun terbuat dari kayu, perahu pinisi mampu menerjang ombak dan badai di tengah lautan, menyeberang dari satu benua ke benua lainnya. Ciri khas dari perahu pinisi adalah 2 tiang agung atau disebut dengan sokuguru dan layar yang membentang lebar.
Tana Beru yang merupakan sentra pembuatan perahu pinisi di Sumatera
Selatan. Pembuatan perahu tradisional perlahan tergerus dan tersaingi
oleh perahu motor. Namun hal ini tidak berlaku bagi perajin di Tana
Beru, mereka tetap setia dengan kapal tradisional yang menjadi
kebanggaan Indoneia. Tana Beru berlokasi di Bulukumba, Sulawesi Selatan.
Produksi perahu tradisional di tempat ini sudah dilakukan sejak jaman
dulu, turun menurun hingga sekarang. Permintaan terhadap kapal pinisi
juga masih ramai hingga sekarang, oleh sebab itu perajin Tana Beru masih
tetap berproduksi hingga sekarang.
Di dalam pengerjaan kapal pinisi, para perajin biasanya akan melakukan ritual terlebih dahulu. Pembuatan
kapal ini tidak sembarangan, melainkan dicarikan hari baik lebih dulu.
Hari baik biasanya adalah hari ke-5 atau ke-7 setiap bulan. Kedua angka ini menyimpan filosofi mendalam bagi warga setempat. Angka
5 berarti rezeki yang berada di tangan, sedangkan angka 7 berarti
rejeki yang tidak terputus.Pada hari tersebut, perajin akan mengumpulkan
kayu dan bahan baku lainnya. Proses pembuatan kapal pinisi di Tana Beru
terorganisasi dengan baik, dan ada seseorang yang mengepalai proses
produksi tersebut. Badan kapal pinisi adalah kayu, oleh sebab itu perajin perlu menebang pohon untuk membuatnya. Penebangan tidak boleh dilakukan sembarangan.
Ada serangkaian upacara yang akan dilakukan oleh para perajin untuk mengusir roh yang menunggui kayu tersebut. Di dalam ritual, biasanya anak ayam dijadikan sesaji untuk diberikan kepada roh penghuni kayu tersebut. Kemudian setelah ritual selesai, para perajin Tana Beru akan mulai menebangi pohon tersebut dengan gergaji. Pekerjaan ini harus dilakukan secara terus-menerus hingga selesai. Itulah mengapa pembuatan perahu pinisi memerlukan orang-orang kuat di belakangnya.
Ada serangkaian upacara yang akan dilakukan oleh para perajin untuk mengusir roh yang menunggui kayu tersebut. Di dalam ritual, biasanya anak ayam dijadikan sesaji untuk diberikan kepada roh penghuni kayu tersebut. Kemudian setelah ritual selesai, para perajin Tana Beru akan mulai menebangi pohon tersebut dengan gergaji. Pekerjaan ini harus dilakukan secara terus-menerus hingga selesai. Itulah mengapa pembuatan perahu pinisi memerlukan orang-orang kuat di belakangnya.
Balok di bagian depan biasanya akan dilarung ke laut, ini sebagai simbol penolak bala. Sedangkan
balok di bagian belakang di simpan di rumah, merupakan simbol istri
pelaut yang selalu setia untuk menunggu sang suami pulang. Ada 126 lembar papan yang dipakai untuk membuat dasar perahu pinisi. Papan-papan
disusun sedemikian rupa hingga rapat dan kokoh, kemudian dilanjutkan
dengan pemasangan buritan atau tempat kemudi. Setelah badan perahu
selesai dikerjakan, proses berikutnya adalah memasukkan majun ke dalam
sela papan. Ini bertujuan untuk memperkuat sambungan papan-papan
tersebut. Pelekat yang dipakai juga sangat sangat alami, yakni dari
kulit pohon barruk. Setelah proses ini selesai, dilanjutkan dengan pemdepulan dengan campuran minyak kelapa dan kapur. Dempul
sebanyak 20 kilo bisa untuk perahu dengan bobot 100 kg. Yang terakhir
dari proses pembuatan kapal pinisi ini adalah peluncuran. Seperti saat
menebang pohon, saat peluncuran juga diadakan ritual khusus, seperti
memotong kambing atau sapi. Pemasangan baru dilakukan jika kapal sudah
berhasil mengapung di laut.
Sumber wahw33d.blogspot.com dan ini
demikian pembuatan perahu pinisi sahabat bisa mengunjungi artikel aslinya di blog diatas..... terima kasih atas kunjungan anda....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
silakan anda berikan komentar diharapkan menggunakan kata-kata yang baik, dan jika menggunakan kata-kata yang tidak baik dengan terpaksa akan dihapus dan yang mau mengambil atau meng-copypaste artikel ini diperkenan dengan menyebutkan sumber. Atas kerjasama dan kunjungan anda diucapkan terima kasih.
Tema Blog "Semakin banyak teman akan semakin bagus makin banyak orang yang mendoakan kita"